Senin, 13 Februari 2012

Filsafat Bahasa Dan Implementasinya Dalam AUD



ILMU           

Ilmu merupakan gabungan dari cara-cara manusia sebelumnya dalam mencari pengetahuan. Pada dasarnya, jika di tinjau dari sejarah cara berpikir manusia, maka akan ditemukan dua pola dalam memperoleh pengetahuan.
A.   Pola Memperoleh Pengetahuan
1.    Berpikir secara rasional, dimana berdasarkan faham rasionalisme ini, ide tentang kebenaran sebenarnya sudah ada. Karena pikiran manusia dapat mengetahui ide tersebut, namun tidak menciptakannya dan tidak pula mempelajarinya melalui pengalaman. Dengan perkataan lain, ide tentang kebenaran, yang menjadi dasar bagi pengetahuannya, diperoleh lewat berpikir secara rasional, terlepas daripengalaman manusia. Sistem pengetahuan dibangun secara koheren di atas landasan-landasan pernyataan yang sudah pasti. Namun dari manakah kita mendapatkan kebenaran yang sudah pasti bila kebenaran itu tercerai dari pengalaman manusia yang nyata? Disinilah kaum rasionalis mulai mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan konsensus yang dapat dijadikan landasan bagi kegiatan berpikir bersama. Tiap orang cenderung untuk percaya kepada kebenaran menurut mereka sendiri. Lalu bagaimana caranya untuk mendapatkan konsensus bila kebenaran berdasarkan apa yang dianggap benar oleh masing-masing orang? Dan ini akan menjadi sulit karena apa yang dianggap benar oleh si X belum tentu benar untuk si Y ataupun dapat juga sebaliknya.
Oleh sebab itu maka muncullah kemudian pola pikir lain yang merupakan cara yang sama sekali berlawanan dengan rasionalisme, inilah pola yang kedua.
2.    Berpikir secara Empirisme. Karena debat yang tak berkesudahan, maka kaum empiris menganjurkan agar kita kembali ke alam untuk mendapatkan pengetahuan. Menurut mereka pengetahuan ini tidak ada secara apriori di benak kita, melainkan harus diperoleh dari pengalaman. Lalu dari sinilah berkembang pola pemikiran empirisme. Pertanyaannya sekarang adalah apakah pendekatan empiris ini membawa kita lebih dekat kepada kebenaran? Ternyata juga tidak, sebab gejala yang terdapat dalam pengalaman kita baru mempunyai arti jika kita memberikan tafsiran kepadanya. Fakta yang ada sebagai dirinya sendiri, tidaklah mampu brkata apa-apa. Kitalah yang memberi mereka sebuah arti: sebuah nama, sebuah tempat, atau apa saja. Bintang-bintang di langit hayalah tebaran kilau-kilau yang bisu sampai kita memberikan tafsiran terhadap wujud mereka. Di samping itu,bila kita hanya mengumpulkan pengetahuan mengenai berbagai gejala yang kita temui dalam pengalaman kita, lalu apakah gunanya semua kumpulan itu bagi kita? Pengetahuan yang diperoleh dengan cara ini hanyalah merupakan kumpulan pengetahuan seberaneka yang tak berarti. Disamping itu siapakah yang dapat menjamin bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu benar, seperti yang dikatakan Charles Darwin,bahwa tanpa penafsiran yang sungguh-sungguh maka, alam akan mendustai kita bila dia mampu. Ternyata bahwa pandangan empirispun gagal untuk memacahkan masalah pokok dalam menemukan pengetahuan yang benar.
Pada akhirnya kedua belah pihak saling menyadari bahwa rasionalisme dan empirisme mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Timbulah gagasan untuk  menyatukan kedua pemikiran tersebut. Gabungan antara pendekatan rasional dan empiris dinamakan metode keilmuan. Disini fungsi rasionalisme memberikan kerangaka pemikiran yang koheren dan logis,sedangkan empirisme kerangkapengujian dan memastikan suatu kebenaran. Kedua metode ini yang digunakan secara dinamis menghasilkan pengetahuan yang konsisten dan sistematis serta dapat diandalkan, sebab pengetahuan tersebut telah teruji secara empiris.

B.   Kelebihan dan kekurangan berpikir secara keilmuan
Kelebihan berpikir secara keilmuan terletak pada pengetahuan yang tersusun secara logis dan sistematis serta telah teruji kebenarannya. Faktor pengujian ini memberikan karakteristik yang unik kepada proses kegiatan keilmuan, karena dengan demikian maka kazanah teoritis ilmu harus selalu dinilai berdasarkan pengujian empiris. Proses penilaian terus menerus ini mengembangkan suatu mekanisme yang bersifat memperbaiki diri. Suatu kesalahan teoritis cepat atau lambat akan diperbaiki dengan adanya pengujian secara empiris. Mekanisme ini memungkinkan dengan adanya karakteristik ilmu yang lain, yakni bersifat terbuka dan tersurat. Kegaiatan keilmuan tidaklah dilakukan secara misterius,melainkan semuanya bersifat terbuka. Segenapunsur dan langkah yang terlibat didalamnya diungkapkan dengan jelas sehingga memungkinkan semua pihak mengetahui keseluruhan proses yang dilakukan. Pengungkapan ini dilakukan secara tersurat dengan menggunakan berbagai media yang tersedia dalam komunikasi keilmuan.Kedua sifat ini yang terbuka dan tersurat yang kemudian dikomunikasikan kepada semua pihak menyebabkan ilmu mengalami penilaian yang dalam dan luas.Setiap orang bisa mengajukan sanggahan terhadap teori yang dikemukakan atau memperlihatkan bukti-bukti baru yang mendukung atau mengugurkan suatu teori tertentu. Ilmuwan yang kreatif mungkin menyarankan cara dan langkah yang lain.yang lebih dapat diandalkan untuik sampai kepada suatu kesimpulan yang sama. Sedangkan ilmuwan yang skeptis akan melakukan kembali seluruh atau sebagian dari suatu proses penemuan untuk menyaksikan kejadian tersebut. Uraian diatas mungkin bisa memberikan gambaran betapa kerasnya proses penilaian dan control yang diberikan masyarakat ilmuwan terhadap suatu produk keilmuwan.
Namun dibalik kelebihan pasti ada kekurangannya, kekurangan ini bersumber pada asumsi landasan epistemologisnya ilmu, yang menyatakan bahwa kita mampu memperoleh pengetahuan yang bertumpu pada persepsi, ingatan dan penalaran. Persepsi kita yang mengandalkan pancaindera jelas memiliki kelemahan,sebab pancaindera manusia tidak sempurna. Demikian juga, bahwa ingatan kita kurang dapat dipercaya sebagai cara untuk menemukan kebenaran,apalagi cara kita menalar untuk sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan, jelas sekali mempunyai kelemahan. Contohnya bagaimana pancaindera mempunyai kelamahan adalah sebatang tongkat yang kenyataannya lurus akan kelihatan bengkok bila sebagian terendam air. Bila naik kendaraan yang melaju dengan kencang, maka tampak pohon-pohon berlarian.Demikian juga dengan bumi yang sebenarnya mengelilingi matahari, tetapi seolah-olah justru dikelilingi matahari. Contoh kesalahan yang terakhir ini akan membawa manusia sampai pada suatu kesimpulan yang salah mengenai perputaran planet-planet. Makin jauh manusia mengandalkan hidupnya kepada pikirannya,maka lemah kemampuan pancainderanya. Sedangkan di pihak lain, manusia mengandalkan pancaindera tersebut untuk mendapatkan pengetahuan yang merupakan produk kegiatan berpikirnya. Suatu paradoks memang atau barangkali itulah harga yang harus dibayar oleh manusia untuk mendapatkan kasanah pengetahuan yang kita miliki.



 BAHASA



A.   Bahasa
            Manusia hidup dalam dunia pengalaman yang nyata dan dunia simbolik yang dinyatakan dengan bahasa. Kridalaksana (Kushartanti, Yuwono & Lauder; 2009) mengemukakan bahwa bahasa diartikan sebagai sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri.
            Chaer (2007) mengemukakan bahwa berdasar pada pengertian bahasa yang dikemukakan oleh Kridalaksana dapat diuraikan beberapa ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa, yaitu:
·         Bahasa sebagai sistem. Sistem dalam kaitannya dengan keilmuan berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Begitu pula dengan bahasa, bahasa terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu dan membentuk satu kesatuan. Bahasa bukanlah sejumlah unsur yang terkumpul secara tak beraturan.
·         Bahasa sebagai lambang. Bahasa adalah suatu sistem lambang dalaw wujud bunyi-bahasa, bukan dalam wujud yang lain. Bahasa merupakan hal atau benda yang mewakili sesuatu atau menimbulkan reaksi yang sama bila orang menanggapi apa yang diwakilinya itu.
·         Bahasa adalah bunyi. Sistem bahasa berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi. Bunyi pada bahasa atau yang termasuk lambang bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
·         Bahasa itu bermakna. Bahasa yang merupakan sistem lambang yang berwujud bunyi tentu ada yang dilambangkan, sehingga yang dilambangkan itulah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Oleh karena lambang mengacu pada suatu konsep, ide atau pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna. Bahasa berkaitan juga dengan segala aspek kehidupan dan alam sekitar masyarakat yang memakainya.
·         Bahasa itu Arbitrer. Arbitrer adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.
·         Bahasa itu konvensional. Bersifat konvensional artinya semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
·         Bahasa itu produktif. Bahasa dikatakan produktif berarti meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya tidak terbatas meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu.
·         Bahasa itu unik. Setiap bahasa mempunyai ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya.
·         Bahasa itu universal. Hal ini berarti ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Ciri ini tentunya merupakan unsur bahasa yang paling umum, yang bisa dikaitkan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat bahasa lain.
·         Bahasa itu dinamis. Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia, dimana dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu juga ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis, atau dengan kata lain disebut dinamis.
·         Bahasa itu bervariasi. Setiap bahasa digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk dalam suatu masyarakat bahasa. Sebagai masyarakat Indonesia disamping sebagai orang Indonesia juga menjadi pemilik dan pengguna bahasa daerahnya, misalnya bahasa Sunda.
·         Bahasa itu manusiawi. Hal ini berarti hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia itu sendiri.
Suriasumantri (1999) mengemukakan bahwa dalam rangka kehidupan manusia, fungsi bahasa yang paling dasar adalah menjelmakan pemikiran konseptual ke dalam dunia kehidupan.Penjelmaan tersebut menjadi landasan untuk suatu perbuatan, dimana perbuatan ini menyebabkan terjadinya hasil dan akhirnya dapat dinilai. Bila pemikiran konseptual tidak dinyatakan dalam bahasa maka orang lain tidak akan mengetahui pemikiran tersebut.

B.   Kekurangan Bahasa
            Suriasumantri (2010) mengemukakan bahwa sebagai sarana komunikasi ilmiah, bahasa memiliki beberapa kekurangan.Kekurangan ini pada hakekatnya terletak pada peranan bahasa itu sendiri yang bersifat multifungsi yakni sebagai sarana komunikasi emotif, afektif dan simbolik.Aspek simbolik seringkali digunakan dalam komunikasi ilmiah tanpa kaitan dengan emotif dan afektif.Dalam kenyataannya hal ini tidak mungkin, bahasa verbal pasti mengandung ketiga unsur tersebut.Hal inilah yang menjadi salah satu kekurangan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah. Bahasa ilmiah pada hakikatnya harus bersifat objektif tanpa mengandung emosi dan sikap, atau dengan kata lain bahasa ilmiah haruslah bersifat antiseptik dan reproduktif.
            Kekurangan kedua terletak pada arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung oleh kata-kata yang membangun bahasa. Adanya usaha untuk menyampaikan arti sejelas dan seeksak mungkin dalam suatu proses komunikasi mungkin akan menyebabkan proses penyampaian informasi itu malah tidak bersifat komunikatif lagi, disebabkan bahasa yang bertele-tele dan membosankan. Kelemahan lain terletak pada sifat majemuk (pluralistik) dari bahasa. Sebuah kata kadang-kadang mempunyai lebih dari sau arti yang berbeda. Di samping itu, bahasa mempunyai beberapa kata yang mempunyai arti yang sama. Sifat majemuk dari bahasa ini sering menimbulkan apa yang dinamakan kekacauan semantik, dimana dua orang yang berkomunikasi menggunakan sebuah kata yang sama namun untuk pengertian yang berbeda, atau sebaliknya menggunakan dua kata yang berbeda untuk sebuah pengertian yang sama.
            Kelemahan ketiga bahasa sering bersifat berputar-putar (sirkular) dalam menggunakan kata-kata terutama dalam pengertian definisi. Dalam memberikan definisi sebuah kata tergantung kepada kata-kata yang lain. Hal ini sebenarnya tidak ada salahnya selama kata-kata yang digunakan sudah mempunyai pengertian yang jelas dan bukan bersifat berputar-putar. Kelemahan lain yaitu konotasi yang bersifat emosional, dapat menjadi kerugian apabila dikaitkan dengan kegiatan keilmuan, dimana kata yang secara mandiri memiliki arti tertentu akan berubah menjadi arti yang berbeda jika digabungkan dengan kata yang lain.
            Suriasumantri (2010) mengungkapkan bahwa masalah bahasa ini menjadi bahan pemikiran yang sungguh-sungguh dari para ahli filsafat modern.Kekacauan dalam filsafat menurut Wittgenstein disebabkan karena kebanyakan dari pernyataan dan pertanyaan ahli filsafat timbul dari kegagalan mereka untuk menguasai logika bahasa.Pengkajian filsafat termasuk pengkajian hakikat ilmu pada dasarnya merupakan suatu analisis logico-linguistik­.Bagi aliran filsafat tertentu seperti filsafat analitik, maka bahasa bukan saja merupakan alat bagi berfilsafat dan berpikir, namun juga merupakan bahan dasar dan dalam hal tertentu merupakan hasil akhir dari filsafat.

 ILMU DAN BAHASA SEBAGAI SARANA KOMUNIKASI



Dalam mengkaji lebih jauh Ilmu dan bahasa sebagai sarana komunikasi maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu












A.   Pemikiran Filsafat
Bahasa biasa secara akademik dikaji oleh linguistik, filologi, dan antropologi dengan fokus perhatian masing-masing yang berbeda. Tugas filsafat bahasa adalah antara lain menjelaskan hakikat “mengetahui” bahasa dan menjelaskan berbagai metode dan konsep demi suksesnya penguasaan bahasa.
Mengapa ada filsafat bahasa bukankah ada linguistik yang mempelajari bahasa secara ilmiah?Dua cabang lingustik, yaitu fonologi sudah jelas mempelajari bunyi, sintaksis mempelajari struktur gramatika bahasa dan kajian relative mantap seperti penjelasan di muka mengenai bahasa.Chomsky dengan tegas membedakan sintaksis dari sistematik.Dia mengajukan tesis autonomoussyntax, bahwasannya sintaksis mesti dipelajari secara terpisah dari sistematik.
Sementara itu, dalam sistematik (ilmu makna) banyak ditemukan persoalan yang sulit dipecahkan.Di sinilah filsafat mesti tampil membantu linguistic yang mati langkah.Bahasa dalam filsafat (filsafat bahasa) hampir mutlak berurursan dengan makna sedikit dengan pola kalimat, dan tidak mengutak-atik bunyi bahasa.Pentingnya mempelajari ini karena bahasa memang memiliki keterbatasan.
Seorang filsuf pasti memiliki pemikiran jauh lebih luas dari apa yang bisa dikatakannya lewat bahasa. Seringkali tidak mudah bagi kita untuk meraba artinya.Memang berfilsafat adalah berpikir radikal, yakni sampai ke akar-akarnya.Sebagai suatu tulisan, filsafat bersifat tekstual.Satuan maknanya bukan kata maupun kalimat, tetapi kumpulan semuanya sebagai teks yang maknanya ditentukan oleh keterkaitannya dengan tek-teks lainnya.Filsafat pun tampil selalu ambisius untuk memayungi persoalan seluas mungkin.Agar tampil singkat tapi menjangkau banyak hal, maka diperlukan metafora.

B.   Penguasaan Bahasa
Dalam pemakaian sehari-hari, menguasai bahasa sering diartikan sebagai mampu berbicara dalam bahasa itu.Secara lebih serius di sini diartikan sebagai kemampuan menggunakan symbol secara bermakna untuk berkomunikasi yang sudah kami jabarkan pada penjelasan mengenai bahasa di muka. Jadi dalam konteks ini penguasaan bahasa bergantung pada empat kata kunci: penggunaan, symbol, makna, dan komunikasi (Phenix: 1964). Berikut adalah rincian keempat unsur itu.
1.    Indikator penguasaan bahasa adalah penggunaannya dalam berbicara dan menulis. Bila seseorang fasih melafalkan kosa kata dan menyebutkan aturan tata bahasa, tetapi ia tidak dapat menyusun kata-kata dalam wacana lisan dan tulis dalam bahasa itu, maka ia tidak menguasai bahasa itu. Bahasa adalah perilaku manusia, jadi pengajaran bahasa sesungguhnya adalah “mengubah” perilaku manusia. Jadi dalam belajar bahasa perlu diciptakan suasana yang memaksa siswa berbicara dan menulis dalam bahasa itu (ada komunikasi baik lisan maupun tulisan)
2.    Nurani terdalam yang ada pada manusia adalah keinginan dirinya diakui dan dimengerti oleh anggota masyarakat lain lewat komunikasi dengan bahasa masyarakat itu. Sebuah peribahasa Perancis mengatakan bahwa “Mengerti berarti memaafkan segalanya.” Bahasalah yang mengikat kuat dan mempertahankan sebuah masyarakat. Pemeliharaan bahasa atau languagemaintenance berfungsi memperkokoh suatu masyarakat. Jadi cara yang paling baik mempelajari bahasa adalah dengan membiarkan siswa larut komunikasi dengan bahasa dalam masyarakat penuturnya (speech community).
3.    Perilaku berbahasa (language behavior) dan masyarakat ujar (speech community) adalah kulit terluar dari bahasa. Bagian terdalamnya adalah makna. Salah satu cirri kehebatan manusia adalah potensi kodrati (innate capacity) untuk mengalami dan memaknai makna itu. Ujaran bukanlah berondongan bunyi ujaran seperti metraliur tetapi kilatan-kilatan makna yang mesti di tangkap. Jadi kemampuan berbaha tidak lain kecuali kemampuan menangkap makna saat mendengarkan dan membaca, dan kemampuan membuat makna saat berbicara dan menulis. Belajar bahasa bukan meniru ujaran seperti burung beo. Belajar bahasa adalah belajar memaknai melalui refleksi.
4.    Makna isi bahasa itu ditampilkan atau direpresentasikan oleh symbol-ekspresi yang juga kulit luar dari bahasa. Symbol ini bersifat fisikal yankni terdengar atau tertulis sebagai representasi signifikansi intelektual. Symbol-simbol itu berwujud sebagai kosa kata (vocabulary), sementara itu bagaimana kosa kata digabung dengan kosa kata lainnya diatur oleh struktur bahasa. Symbol-simbol itu adalah abstraksi dari objek yang dipikirkan. Menguasai bahasa dengan demikian adalah menguasai struktur symbol yang karena memiliki struktur, maka kemunculannya dapat diprediksi. Daya prediktif inilah yang membekali manusia untuk dapat merencanakan masa depan. Berpikir adalah mekanisme kognitif yang menghasilkan pengetahuan. Simbolisasi makna lewat sturktur itu tidak alamiah tetapi dikonstruksi oleh budaya. Konstruk budaya (cultural constructi) ini terbukti dengan adanya perbedaan struktur internal linguistic antara bahasa dalam mengekspresikan makna.

C.   Teori Bahasa
Tampak dari batasan di atas bahwa problem dalam penguasaan bahasa dalam kaitannya komunikasi adalah problem menguasai makna.Karena bahasa sebagai alat berpikir manusia maka problemnya adalah juga problem minda (mind). Diharapkan bahwa studi dan teori bahasa akan menjelaskan hakikat minda. Dan demikian juga sebaliknya.
Teori tentang bahasa adalah abstraksi para ahli bahasa sebagai hasil pengamatan terhadap gejala bahasa.Dengan jalan pemikiran ini, ilmu bahasa tunduk kepada sejumlah asumsi tentang objek empiris (bahasa) sebagai berikut.
·         Keragaman
Beberapa fenomena memiliki keragaman dalam sifat, stuktur, bentuk dan sebagainya.Keragaman ini menghasilkan klasifikasi yang sangat mendasar bagi ilmu pengetahuan utnuk melahirkan taksonomi.Dari taksonomi para ilmuwan membanding-bandingkan objek studi sehingga muncul komparasi.Pendekatan kuantitatif pun tidak mungin tanpa taksonomi yang baik.Dan dari komparasi dan taksonomi para ilmuwan dapat melakukan prediksi. Klasifikasi tradisional kelas kata ke dalam nomina, pronominal, verba, ajektiva, proposisi, konjungsi, dan interjeksi ditempuh berdasarkan keragaman anggota-anggota yang masuk dalam masing-masing kelas kata itu. Demikian juga konsep universal dalam teori linguistic adalah bukti kuatnya asumsi keragaman ini.Ada dua jenis universal dalam bahasa, yaitu universal absolute dan universal relative dengan rincian sebagai berikut.Universal absolute adalah ayat-ayat universal yang tidak memiliki kekecualian.Universal relative adalah universal tendencies, yakni kecenderungan universal, yakni yang memiliki kekecualian-kekecualian. Sebagai contoh: bahasa menghindari center-embedding, karena memprosesnya jauh lebih sulit ketimbang memproses left-peripheral relative clause atau right-peripheral relative clause.  Berikut ini adalah beberapa contoh universal bahasa:
1.    Urutan kata: S, V, O: Dalam kalimat deklaratif dengan subjek objek nomina, urutan yang dominan adalah hampir selalu pola S mendahului O.
2.    Sintaksis: dalam kalimat-kalimat kondisional, klausa kondisional mendahului konklusi sebagai urutan normal dalam hampir segala bahasa.
3.    Morfologi: bila bahasa memiliki infeksi, bahasa itu selalu memiliki derivasi.
·         Kelestarian Relatif
“Segala sesuatu berubah kecuali Dzat Pencipta.” Demikianlah, fenomena alam termasuk bahasa berubah-ubah dengan tingkatan yang berbeda. Benda-benda angkasa berubah atau berevolusi jauh lebih lama daripada perubahan es menjadi air dalam gelas minuman.Ilmu pengetahuan mencari hukum-hukum dari objek yang relative lestari sehingga dapat dijadikan pegangan. Sulitlah keilmuan akan tegak bila objek studinya berubah setiap saat. Struktur bahasa relative lestari sehingga kita dapat mempelajarinya.Sintaksis lebih lestari daripada kosakata.Struktur lebih dapat diprediksi daripada makna.Karena itu sintaksis lebih objektif dari pada semantic. Setiap bahasa mengenal fenomena bahasa gaul atau slank, yamg sangat musiman dan berubah dari waktu ke waktu, dari pengguna ke pengguna. Berbeda dengan fenomena universal bahasa seperti disebut dai atas. Bahas berubah dengan perubahan yang bertingkat, karena itu dalam ilmu bahasa dikenal sejumlah fenomena seperti lexicalchange, semantic change, dan language reconstruction.
·         Sebab-akibat
Determinisme mengatakan bahwa sebuah fenomena bukanlah kejaidan asal jadi dengan sendirinya. Ada keteraturan sehingga ada keterkaitan sababiyah atau sebab akibat, X menyebabkan Y. walau begitu, dalam ilmu pengetahuan tidak harus selalu ditemukan X akan selalu menyebabkan Y. Bisa saja dikatakan X lazimnya (memiliki peluang besar mengakibatkan) munculnya Y. Contoh yang paling sederhana adalah perubahan kata kerja finit (finite verb) dalam jumlah persona disebabkan oleh karakteristik yang melekat pada subjek. Sebab-akibat ini mengokohkan hukum subject-verb agreement.



D.   Teori Bahasa dan Metode Ilmiah
Manusia memaknai alam semesta dengan kemampuan bahasa. Erikson sepertidikutip Hoover (1980) membedakan tiga jenis konsep: factually, reality, dan actuality.
·         Fakta, realita, dan aktualita
Fakta adalah konsep yang paling akrab berkait dengan kegiatan dan metodologi saintifik, yaitu semesta fakta-fakta, data, dan teknik-teknik yang dapat diverifikasi dengan metode observasi. Fakta jangan dikacaukan dengan kebenaran, sebab benar salah bukan urusan epistemology.tugas ilmu adalah mencari metode secanggih mungkin agar mampu merevisi,memodifikasi, dan membatalkan (falsifikasi) fakta-fakta, dan membatalkan teori yang sudah diversivikasi oleh alat yang belum canggih,masih kasar,atau kurang sensitive untuk menangkap gejala-gejala yang belum termaknai. Realita adalah urutan kedua setelah fakta dalam memahami hubungan  manusia dengan semesta ini. Realitas kurang konkret disbanding fakta, tetapi lebih sederhana bagi intuisi kita.Ia adalah perspektif kita terhadap sebuah fakta. Apa pun canggihnya metode yang ditempuh,tidak mungkin bagi kita untuk memotret fakta secara utuh. Kita meneliti sesuatu didorong oleh motivasi yang berbeda sesuai dengan minat kita.Wajar bila sebuah objek diteliti oleh beberapa peneliti, karena masing-masing punya minat yang berbeda.Jadi metodologi yang ditempuh sesungguhnya upaya untuk menggali bukti-bukti untuk membentuk pandangan kita mengenai realitas.Membaca hasil penelitian orang sesungguhnya bukan hanya sekedar membaca data, tapi membaca perspektif peneliti mengenai realitas sebagaimana tercermin lewat data. Aktualita adalah pengetahuan yang diperoleh lewat tindakan dan lebih membantu kita bagaimana kita bertindak atas apa yang kita ketahui. Manusia katanya lebih cenderung berorientasi pada aksi dari refleksi.Ilmuwan social yang terbaik adlah mereka yang basah kuyup karena muncul tenggelam dalam fenomena social yang sedang ditelitinya.Ketika kita bicara tentang bahasa sebagai objek linguistic secara ilmiah, sepatutnya kita bertanya apakah kita merujuk kepada fakta, realita, atau aktualita?
·         Peran teori
Yang dimaksud dengan metode saintifik lazimnya merujuk pada langkah-langkah sistematik sebagai berikut:
1.    Identifikasi variable yang diteliti.
2.    Pengajuan hipotesis yang menghubungkan satu variabel dengan variabel lain atau situasi lain.
3.    Mengetaes realitas, yakni dengan mengukur hubungan hipotesis dengan hasil yang diperoleh.
4.    Melakukan evaluasi dimana hubungan yang telah terukur itu dibandingkan dengan hipotesis awal, lalu dimunculkanlah sebuah generalisasi.
5.    Mengajukan sarana mengenai makna (signifikansi) teoritis dari temuan,faktor-faktor yang terlibat dengan pengetesan yang mungkin menyebabkan distorsi temuan, dan sejumlah hipotesis lain yang berkembang.
            Langkah-langkah di atas itu gambaran pendekatan konvensional dalam melakukan penelitian.Hal ini tidak berlaku bagi pendekatan naturalistic kerena berangkat dari asumsi filosofis yang berbeda.Sains sering disebut tidak lebih dari sekedar ujian realitas.Semua orang terbiasa dengan realitas, dan para ilmuwan memperkenalkan teori untuk memahami realitas ini.Teori adalah seperangkat proporsisi yang saling terkait yang saling menerangkan mengapakejadian demi kejadian begitu adanya.Teori ada berserakan dimana-mana, hanya saja tidak terllihat tanpa kacamata metodologi ilmiah.Dan hal kecil seperti cara memukul bola golf sampai dengan hal-hal besar seperti teri revalitas dari Eisnten. Teori-teori besar adalah yang berkaitan dengan pernyataan sekitar agama dan filosofis, mengenai asalmula keberadaan alam semesta, sejarah spesies,tujuan hidup, norma perilalaku, yang mengarahkan kepada kebajikan dan mungkin kepada kebahagiaan. Bagi ilmu-ilmu sosial  teori lazim dilihat dari perspektif pragmatism: sebuah teori disebut baik jika dilihat dari kegunaannya untuk menjelaskan fenomena yang diamati. Tujauan ilmu pengetahuan adalah menghasilkan teori untuk menjelaskan fenomena yang diobservasi.Teori bukanlah batu karang yang tak terdobrak kuasa ombak.Teori dalah kreasi manusia untuk menjelaskan pemahaman mengenai fenomena. Ada empat fungsi teori sebagai berikut (Hoover 1980: 39)
1.    Teori menyajikan pola-pola untuk memkanai data.
2.    Teori menghubungkan satu studi dengan studi lainnya.
3.    Teori menyajikan berbagai kerangka yang memayungi konsep dan variabel untuk memperoleh makna yang spesifik.
4.    Teori memungkinkan kita mengintepretasi makna yang besar dari temuan penelitian kita yang bermakna bagi kita maupun bagi orang lain.
·         Teori Bahasa
Perlukah teori? Ya, mutlak perlu, kerena pengetahuan dasar dan kemampuan kita untuk memahami alam semesta ini terbatas.Meneliti tanpa teori bagai memancing tanpa kail.Kita meneliti alamini sekecil-kecilnya saja.Jadi yang diperlukan adalah teri yang relevan dan sudah dirumuskan oleh peneliti terdahulu tentang yang kecil itu.jadai bagaimana dengan teori bahasa sebahai bahasa ilmiah? Tentu yang kita gunakan sebagai sarana komunikasi sekarang ini. Sebagai teori, maka teori bahasa sama saja dengan teori fenomena yang lain, katakanlah teori gravitasi bumi. Teori haruslah empiric dan spekulatif.Teori bahasa layaknya teori tentang alam juga. Persepdi kita terhadap teori bahwa bumi memilki gaya gravitasi sepatutnya sama dengan persepsi kita terhadap teori bahwa kalimat mamiliki daya simbolik. Dalam perbincangan sering kali kita harus membedakan theory dari folk theory atau folk opinion, yakni pemahaman yang tidak kritis, tidak sistematis, tidak metodologis dan sering diwariskan begitu saja dari generasi kegenerasi.Dalam ilmu bahasa pun ada dikenal folk linguistic, yaitu deskripsi atau kepercayaan orang awam mengenai bahasa yang tidak berdasarkan penelitian.Pengetahuan berkembang bermula dari folk theory yang dikritik habis-habisan sehingga menjadi teori saintifik. Misalnya sering dikatakan bahwa bahasa Perancis adalah bahasa yang paling romantic, bahasa Inggris adalah bahasa yang cocok untuk membahas ilmu pengetahuan, dan bahasa Arab adalah bahasa yang muncul pertama di muka bumi dan merupakan bahasa Nabi Adam. Percayakah Anda?
·         Teori Chomsky
Bagi Chomsky bahasa adalah cermin pikiran.Dengan studi bahasa yang mendetil kita mungkin dapat mengungkapkan bagaimana pikiran manusia memproduksi dan mengolah bahasa.Studi bahasa bertujuan mengembangkan  (1) teori bahasa, dan (2) pemerolehan bahasa. Secara logis,tugas (1) mendahului tugas (2). Teori bahasa yang memadai seyogyanya mampu menjawab pertanyaan berikut ini: apakah bahas itu? Apa artinya bahwa  seseorang mengetahui bahasa? Apa cirri pembeda utama bahasa alami debandingkan dengan bahasa buatan seperti yang digunakan dalam matematika dan media lainnya?Apakah bahasa berbeda satu dengan yang lainnya secara tidak dapat diduga, atau apakah semua bahasa memiliki ciri-ciri universal tertentu? Dengan mempelajari secara serius bahasa Inggris –atau bahasa apa pun- ditemukan particular grammar yang darinya dapat diabstraksi universal grammar. Berikut ini beberapa ayat teori grammar yang diajukan oleh Chomsky:
1.     Gramatika adalah sebuah model (deskripsi sistematik) dari segala kemampuan linguistic seorang penutur sejati sebuah bahasa yang memungkinkan dirinya berbicara dan memahami bahasanya dengan fasih.
2.    Gramatika bahasa adlah sebuah model dari kompetensi lingustik dari seorang penutur sejati yang fasih. Kompetensi adalah pengetahuan seorang penutur dan pendengar sejati mengenai bahasanya, sedangkan performansi adalah pemakaian bahasa secara actual (actual use) dalam suasana konkret.
3.    Lingustik bagi Chomsky adalah terutama berkaitan dengan kompetensi yang terdiri atas dua jenis: kompetensi pragmatic dan kompetensi gramatikal. Yang disebut pertama ini berurusan dengan informasi non-linguistik seperti pengetahuan latar belakang kepercayaan perorangan dalam menginterpretasikan kalimat.
4.    Kompetensi gramatikal memayungi tiga kompetensi yaitu kompetensi sintaktik, semantik dan fonologis. Grammar tata bahasa tediri atas komponen yang saling berkaitan, yaitu komponen sintaksis, semantik, dan fonologi.
5.    Dengan intuisi yang dimilikinya, seorang penutur sejati dapat memberikan penilaian (judgment) apakah sebuah ujaran itu gramatikal dalam bahasanya.
6.    Teori lingustik terutama berurusan dengan bahasa penutur-pendengar yang ideal dalam sebuah masyarakat ujaran yang betul-betul homogen.
7.    Kreativitas berbahasa menunjukkan bahwa bahasa tidak sekadar pembelajaran daftar kalimat yang dihasilkan penutur sejati dan mengulanginya seperti burung beo. Kebaruan kalimat yang dibuat itu menunjukkan perlawanan teori aliran behaviorisme bahwa belajar bahasa adalah pemerolehan seperangkat kebiasaan (linguistic habits).
8.    Ada tiga urutan atau tingkat kehebatan teori bahasa, yaitu yang memenuhi observasional adequacy, descriptive adequacy, dan explanatory adequacy. Berikut ini penjelasannya:
Persyaratan observasional adequacy merupakan persyaratan yang paling mudah dipenuhi, yakni asalkan dapat menyatakan secara benar kalimat-kalimat apik dalam tiga tataran fonologi, morfologis, sintaktik, dan semantik.
Persyaratan descriptive adequacy selain memenuhi persyaratan observasional adequacy di atas, juga mampu mengungkapkan struktur fonologis , morfologis, sintaktik dan semantic suatu kalimat sedemikian rupa sehingga gambaran itu mencerminkan intuisi penutur sejati.
Persyaratan explanatory adequacy selain memenuhi persyaratan descriptive adequacy dan persyaratan observasional adequacy harus sah secara universal dan terkendala secara maksimal (maximally constrained) sehingga mampu menjawab pertanyaan: (a) Mengapa aturan tatabahasa natural memiliki aturan demikian, dan (b) Apa hakikat suatu bahasa natural yang membedakannya dari bahasa lain seperti bahasa binatang?


IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN BAHASA ANAK USIA DINI
Dalam berkomunikasi, bahasa merupakan alat yang penting bagi setiap orang. Melalui berbahasa seseorang atau anak akan dapat mengembangkan kemampuan bergaul (social skill) dengan orang lain. Penguasaan keterampilan bergaul dalam lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa. Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Komunikasi antar anak dapat terjalin dengan baik dengan bahasa sehingga anak dapat membangun hubungan sehingga tidak mengherankan bahwa bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang anak.Anak yang dianggap banyak berbicara, kadang merupakan cerminan anak yang cerdas.
Bahasa dapat dimaknai sebagai suatu sistem tanda, baik lisan maupun tulisan dan merupakan sistem komunikasi antar manusia. Bahasa mencakup komunikasi non verbal dan komunikasi verbal serta dapat dipelajari secara teratur tergantung pada kematangan serta kesempatan belajar yang dimiliki seseorang, demikian juga bahasa merupakan landasan seorang anak untuk mempelajari hal-hal lain. Sebelum dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu menggunakan bahasa agar dapat memahami dengan baik. Anak akan dapat mengembangkan kemampuannya dalam bidang pengucapan bunyi, menulis, membaca yang sangat mendukung kemampuan keaksaraan di tingkat yang lebih tinggi.
Implementasi pengembangan bahasa pada anak tidak terlepas dari berbagai teori yang dikemukakan para ahli. Berbagai pendapat tersebut tentu saja tidak semuanya sama, namun perlu dipelajari agar pendidik dapat memahami apa saja yang mendasari dalam penerapan pengembangan bahasa pada anak usia dini. Pemahaman akan berbagai teori dalam pengembangan bahasa dapat mempengaruhi dalam menerapkan metoda yang tepat bagi implementasi terhadap pengembangan bahasa anak itu sendiri sehingga diharapkan pendidik mampu mencari dan membuat bahan pengajaran yang sesuai dengan tingkat usia anak. Adapun beberapa teori yang dapat dijadikan rujukan dalam implementasi pembelajaran bahasa adalah:
1) Teori behaviorist oleh Skinner, mendefinisikan bahwa pembelajaran dipengaruhi oleh perilaku yang dibentuk oleh lingkungan eksternalnya, artinya pengetahuan merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungannya melalui pengkondisian stimulus yang menimbulkan respon. Perubahan lingkungan pembelajaran dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku anak secara bertahap. Perilaku positif jika diperkuat cenderung untuk diulangi lagi karena pemberian penguatan secara berkala dan disesuaikan dengan kemampuan anak akan efektif untuk membentuk perilaku anak. Latihan yang diberikan kepada anak harus dalam bentuk pertanyaan (stimulus) dan jawaban (respon) yang dikenalkan anak melalui tahapan-tahapan, mulai dari yang sederhana sampai pada yang lebih rumit contoh: sistem pembelajaran drilling. Anak akan memberikan respon pada setiap pembelajaran dan dapat segera memberikan balikan. Di sini Pendidik perlu memberikan penguatan terhadap hasil kerja anak yang baik dengan pujian atau hadiah.
2) Teori Nativist oleh Chomsky, mengutarakan bahwa bahasa sudah ada di dalam diri anak. Pada saat seorang anak lahir, dia telah memiliki seperangkan kemampuan berbahasa yang disebut ‘Tata Bahasa Umum” atau ‘Universal Grammar’. Meskipun pengetahuan yang ada di dalam diri anak tidak mendapatkan banyak rangsangan, anak akan tetap dapat mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa yang dia dengarkan, tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada, hal ini karena anak memiliki sistem bahasa yang disebut Perangkat Penguasaan Bahasa (Language Acquisition Devise/LAD). Teori ini berpengaruh pada pembelajaran bahasa dimana anak perlu mendapatkan model pembelajaran bahasa sejak dini. Anak akan belajar bahasa dengan cepat sebelum usia 10 tahun apalagi menyangkut bahasa kedua (second language). Lebih dari usia 10 tahun, anak akan kesulitan dalam mempelajari bahasa.
3) Teori Constructive oleh Piaget, Vigotsky dan Gardner, menyatakan bahwa perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan orang lain sehingga pengetahuan, nilai dan sikap anak akan berkembang. Anak memiliki perkembangan kognisi yang terbatas pada usia-usia tertentu, tetapi melalui interaksi sosial anak akan mengalami peningkatan kemampuan berpikir. Pengaruhnya dalam pembelajaran bahasa adalah anak akan dapat belajar dengan optimal jika diberikan kegiatan sementara anak melakukan kegiatan perlu didorong untuk sering berkomunikasi. Adanya anak yang lebih tua usianya atau orang dewasa yang mendampingi pembelajaran dan mengajak bercakap-cakap akan menolong anak menggunakan kemampuan berbahasa yang lebih tinggi atau melejitkan potensi kecerdasan bahasa yang sudah dimiliki anak. Oleh karena itu pendidik perlu menggunakan metode yang interaktif, menantang anak untuk meningkatkan pembelajaran dan menggunakan bahasa yang berkualitas.
Perkembangan bahasa pada anak usia dini sangat penting karena dengan bahasa sebagai dasar kemampuan seorang anak akan dapat meningkatkan kemampuan-kemampuan yang lain. Pendidik perlu menerapkan ide-ide yang dimilikinya untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak, memberikan contoh penggunaan bahasa dengan benar, menstimulasi perkembangan bahasa anak dengan berkomunikasi secara aktif.Anak terus perlu dilatih untuk berpikir dan menyelesaikan masalah melalui bahasa yang dimilikinya. Kegiatan nyata yang diperkuat dengan komunikasi akan terus meningkatkan kemampuan bahasa anak. Lebih daripada itu, anak harus ditempatkan di posisi yang terutama, sebagai pusat pembelajaran yang perlu dikembangkan potensinya.Anak belajar bahasa perlu menggunakan berbagai strategi misalnya dengan permainan-permainan yang bertujuan mengembangkan bahasa anak dan penggunaan media-media yang beragam yang mendukung pembelajaran bahasa. Anak akan mendapatkan pengalaman bermakna dalam meningkatkan kemampuan berbahasa dimana pembelajaran yang menyenangkan akan menjadi bagian dalam hidup anak.



Kesimpulan

            Suriasumantri (2010) mengungkapkan bahwa komunikasi ilmiah mensyaratkan bentuk komunikasi yang sangat lain dengan komunikasi estetik. Komunikasi ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan.Komunikasi ilmiah dapat berjalan dengan baik apabila bahasa yang digunakan terbebas dari unsur-unsur emotif.  Komunikasi ilmiah harus bersifat reproduktif, yang artinya bila si pengirim komunikasi menyampaikan suatu informasi, maka si penerima komunikasi harus meneria informasi yang sama. Informasi yang diterima harus merupakan reproduksi yang benar-benar sama dari informasi yang dikirimkan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya salah informasi, yakni suatu proses komunikasi yang mengakibatkan penyampaian informasi yang tidak sesuai dengan apa yang dimaksudkan, dimana suatu informasi yang berbeda akan menghasilkan proses berpikir yang berbeda pula. Oleh sebab itu, maka proses komunikasi ilmiah harus bersifat jelas dan objektif, terbebas dari unsur-unsur emotif.
            Berbahasa dengan jelas artinya ialah makna yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan diungkapkan secara tersurat (eksplisit) untuk mencegah pemberian makna yang lain. Oleh sebab itu, dalam komunikasi ilmiah seringkali memberikan definisi dari kata-kata yang digunakan. Hal ini dilakukan untuk mencegah si penerima komunikasi memberi makna lain yang berbeda dengan makna yang dimaksudkan. Berbahasa dengan jelas juga dapat mengemukakan pendapat atau jalan pemikiran secara jelas.Karya ilmiah pada dasarnya merupakan kumpulan pernyataan yang mengemukakan informasi tentang pengetahuan maupun jalan pemikiran dalam mendapatkan pengetahuan tersebut.Kemampuan untuk mengkomunikasikan suatu pernyataan dengan jelas, seseorang harus menguasai tata bahasa yang baik.Penguasaan tata bahasa dengan baik merupakan syarat mutlak bagi komunikasi ilmiah yang benar (Suriasumantri, 2010).
            Bahasa memungkinkan manusia berpikir secara abstrak, dimana objek-objek yang faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak.Transformasi tersebut membuat manusia dapat berpikir mengenai suatu objek tertentu meskipun objek tersebut secara faktual tidak berada di tempat dimana kegiatan berpikir itu dilakukan.Bahasa mengkomunikasikan tiga hal, yaitu pikiran, perasaan dan sikap. Jadi, dengan bahasa bukan saja manusia dapat berpikir secara teratur, namun juga dapat mengkomunikasikan apa saja, dengan bahasa juga dapat mengekspresikan sikap dan perasaan. Dalam komunikasi ilmiah sebenarnya proses komunikasi harus diterima secara reproduktif, artinya identik dengan pesan yang dikirimkan (Suriasumantri, 2010).
Daftar Pustaka

Alwasilah, A. C. 2010.Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Chaer, A. 2007.Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chomsky, Noam. 1977. Language and Responbilities. New York: Panthem Books.
Comrie, B. 1989. Language Universal and Linguistic Typology: Syntax and Morphology. 2nd edition. Oxford: Basil Blackwell.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. “Menuju ke Penelitian yang Eksplanatori.” Dalam Soekamto.
Kushartanti, Yuwono, U. & Lauder, M. RMT. 2009. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sugono, Dendy. 2004. “Perspektif Penelitian Lingustik di Indonesia.” Lingua: Jurnal Bahasa dan Sastra. Volume 5, No.2, 182-190.
Suriasumantri, J.S. 2010. Menguak Cakrawala Keilmuan: Landasam Filosofis Penulisan Tesis dan Disertasi. Jakarta: Program Pascasarjana UNJ.
Suriasumantri, J.S. 1999. Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.


Disusun Oleh
Endah. K dan Nirwana



Tidak ada komentar:

Posting Komentar