ILMU
Ilmu merupakan gabungan dari cara-cara manusia sebelumnya dalam
mencari pengetahuan. Pada dasarnya, jika di tinjau dari sejarah cara berpikir
manusia, maka akan ditemukan dua pola dalam memperoleh pengetahuan.
A.
Pola Memperoleh Pengetahuan
1. Berpikir secara rasional, dimana berdasarkan faham rasionalisme
ini, ide tentang kebenaran sebenarnya sudah ada. Karena pikiran manusia dapat
mengetahui ide tersebut, namun tidak menciptakannya dan tidak pula
mempelajarinya melalui pengalaman. Dengan perkataan lain, ide tentang
kebenaran, yang menjadi dasar bagi pengetahuannya, diperoleh lewat berpikir
secara rasional, terlepas daripengalaman manusia. Sistem pengetahuan dibangun
secara koheren di atas landasan-landasan pernyataan yang sudah pasti. Namun
dari manakah kita mendapatkan kebenaran yang sudah pasti bila kebenaran itu
tercerai dari pengalaman manusia yang nyata? Disinilah kaum rasionalis mulai
mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan konsensus yang dapat dijadikan landasan
bagi kegiatan berpikir bersama. Tiap orang cenderung untuk percaya kepada
kebenaran menurut mereka sendiri. Lalu bagaimana caranya untuk mendapatkan
konsensus bila kebenaran berdasarkan apa yang dianggap benar oleh masing-masing
orang? Dan ini akan menjadi sulit karena apa yang dianggap benar oleh si X
belum tentu benar untuk si Y ataupun dapat juga sebaliknya.
Oleh
sebab itu maka muncullah kemudian pola pikir lain yang merupakan cara yang sama
sekali berlawanan dengan rasionalisme, inilah pola yang kedua.
2. Berpikir secara Empirisme. Karena debat yang tak berkesudahan, maka
kaum empiris menganjurkan agar kita kembali ke alam untuk mendapatkan
pengetahuan. Menurut mereka pengetahuan ini tidak ada secara apriori di benak
kita, melainkan harus diperoleh dari pengalaman. Lalu dari sinilah berkembang
pola pemikiran empirisme. Pertanyaannya sekarang adalah apakah pendekatan
empiris ini membawa kita lebih dekat kepada kebenaran? Ternyata juga tidak,
sebab gejala yang terdapat dalam pengalaman kita baru mempunyai arti jika kita
memberikan tafsiran kepadanya. Fakta yang ada sebagai dirinya sendiri, tidaklah
mampu brkata apa-apa. Kitalah yang memberi mereka sebuah arti: sebuah nama,
sebuah tempat, atau apa saja. Bintang-bintang di langit hayalah tebaran
kilau-kilau yang bisu sampai kita memberikan tafsiran terhadap wujud mereka. Di
samping itu,bila kita hanya mengumpulkan pengetahuan mengenai berbagai gejala
yang kita temui dalam pengalaman kita, lalu apakah gunanya semua kumpulan itu
bagi kita? Pengetahuan yang diperoleh dengan cara ini hanyalah merupakan
kumpulan pengetahuan seberaneka yang tak berarti. Disamping itu siapakah yang
dapat menjamin bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu benar, seperti yang
dikatakan Charles Darwin,bahwa tanpa penafsiran yang sungguh-sungguh maka, alam
akan mendustai kita bila dia mampu. Ternyata bahwa pandangan empirispun gagal
untuk memacahkan masalah pokok dalam menemukan pengetahuan yang benar.
Pada akhirnya kedua belah
pihak saling menyadari bahwa rasionalisme dan empirisme mempunyai kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Timbulah gagasan untuk menyatukan kedua pemikiran tersebut. Gabungan
antara pendekatan rasional dan empiris dinamakan metode keilmuan. Disini fungsi
rasionalisme memberikan kerangaka pemikiran yang koheren dan logis,sedangkan
empirisme kerangkapengujian dan memastikan suatu kebenaran. Kedua metode ini
yang digunakan secara dinamis menghasilkan pengetahuan yang konsisten dan
sistematis serta dapat diandalkan, sebab pengetahuan tersebut telah teruji
secara empiris.
B.
Kelebihan dan kekurangan berpikir secara keilmuan
Kelebihan
berpikir secara keilmuan terletak pada pengetahuan yang tersusun secara logis
dan sistematis serta telah teruji kebenarannya. Faktor pengujian ini memberikan
karakteristik yang unik kepada proses kegiatan keilmuan, karena dengan demikian
maka kazanah teoritis ilmu harus selalu dinilai berdasarkan pengujian empiris.
Proses penilaian terus menerus ini mengembangkan suatu mekanisme yang bersifat
memperbaiki diri. Suatu kesalahan teoritis cepat atau lambat akan diperbaiki
dengan adanya pengujian secara empiris. Mekanisme ini memungkinkan dengan
adanya karakteristik ilmu yang lain, yakni bersifat terbuka dan tersurat.
Kegaiatan keilmuan tidaklah dilakukan secara misterius,melainkan semuanya
bersifat terbuka. Segenapunsur dan langkah yang terlibat didalamnya diungkapkan
dengan jelas sehingga memungkinkan semua pihak mengetahui keseluruhan proses
yang dilakukan. Pengungkapan ini dilakukan secara tersurat dengan menggunakan
berbagai media yang tersedia dalam komunikasi keilmuan.Kedua sifat ini yang
terbuka dan tersurat yang kemudian dikomunikasikan kepada semua pihak
menyebabkan ilmu mengalami penilaian yang dalam dan luas.Setiap orang bisa
mengajukan sanggahan terhadap teori yang dikemukakan atau memperlihatkan
bukti-bukti baru yang mendukung atau mengugurkan suatu teori tertentu. Ilmuwan
yang kreatif mungkin menyarankan cara dan langkah yang lain.yang lebih dapat
diandalkan untuik sampai kepada suatu kesimpulan yang sama. Sedangkan ilmuwan
yang skeptis akan melakukan kembali seluruh atau sebagian dari suatu proses
penemuan untuk menyaksikan kejadian tersebut. Uraian diatas mungkin bisa
memberikan gambaran betapa kerasnya proses penilaian dan control yang diberikan
masyarakat ilmuwan terhadap suatu produk keilmuwan.
Namun
dibalik kelebihan pasti ada kekurangannya, kekurangan ini bersumber pada asumsi
landasan epistemologisnya ilmu, yang menyatakan bahwa kita mampu memperoleh
pengetahuan yang bertumpu pada persepsi, ingatan dan penalaran. Persepsi kita
yang mengandalkan pancaindera jelas memiliki kelemahan,sebab pancaindera
manusia tidak sempurna. Demikian juga, bahwa ingatan kita kurang dapat
dipercaya sebagai cara untuk menemukan kebenaran,apalagi cara kita menalar
untuk sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan, jelas sekali
mempunyai kelemahan. Contohnya bagaimana pancaindera mempunyai kelamahan adalah
sebatang tongkat yang kenyataannya lurus akan kelihatan bengkok bila sebagian
terendam air. Bila naik kendaraan yang melaju dengan kencang, maka tampak
pohon-pohon berlarian.Demikian juga dengan bumi yang sebenarnya mengelilingi
matahari, tetapi seolah-olah justru dikelilingi matahari. Contoh kesalahan yang
terakhir ini akan membawa manusia sampai pada suatu kesimpulan yang salah
mengenai perputaran planet-planet. Makin jauh manusia mengandalkan hidupnya
kepada pikirannya,maka lemah kemampuan pancainderanya. Sedangkan di pihak lain,
manusia mengandalkan pancaindera tersebut untuk mendapatkan pengetahuan yang
merupakan produk kegiatan berpikirnya. Suatu paradoks memang atau barangkali
itulah harga yang harus dibayar oleh manusia untuk mendapatkan kasanah
pengetahuan yang kita miliki.
BAHASA |
A.
Bahasa
Manusia hidup dalam dunia pengalaman yang nyata dan dunia
simbolik yang dinyatakan dengan bahasa. Kridalaksana (Kushartanti, Yuwono &
Lauder; 2009) mengemukakan bahwa bahasa diartikan sebagai sistem tanda bunyi
yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat
tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri.
Chaer (2007) mengemukakan bahwa berdasar pada pengertian
bahasa yang dikemukakan oleh Kridalaksana dapat diuraikan beberapa ciri atau
sifat yang hakiki dari bahasa, yaitu:
·
Bahasa sebagai sistem. Sistem
dalam kaitannya dengan keilmuan berarti susunan teratur berpola yang membentuk
suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Begitu pula dengan bahasa,
bahasa terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang secara teratur
tersusun menurut pola tertentu dan membentuk satu kesatuan. Bahasa bukanlah
sejumlah unsur yang terkumpul secara tak beraturan.
·
Bahasa sebagai lambang.
Bahasa adalah suatu sistem lambang dalaw wujud bunyi-bahasa, bukan dalam wujud
yang lain. Bahasa merupakan hal atau benda yang mewakili sesuatu atau
menimbulkan reaksi yang sama bila orang menanggapi apa yang diwakilinya itu.
·
Bahasa adalah bunyi. Sistem
bahasa berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi. Bunyi pada bahasa atau yang
termasuk lambang bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia.
·
Bahasa itu bermakna. Bahasa
yang merupakan sistem lambang yang berwujud bunyi tentu ada yang dilambangkan,
sehingga yang dilambangkan itulah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau
suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Oleh karena lambang
mengacu pada suatu konsep, ide atau pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa
itu mempunyai makna. Bahasa berkaitan juga dengan segala aspek kehidupan dan
alam sekitar masyarakat yang memakainya.
·
Bahasa itu Arbitrer. Arbitrer
adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa dengan konsep atau
pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.
·
Bahasa itu konvensional.
Bersifat konvensional artinya semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi
konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang
diwakilinya.
·
Bahasa itu produktif. Bahasa
dikatakan produktif berarti meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas tetapi
dengan unsur-unsur yang jumlahnya tidak terbatas meski secara relatif, sesuai
dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu.
·
Bahasa itu unik. Setiap
bahasa mempunyai ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya.
·
Bahasa itu universal. Hal ini
berarti ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di
dunia ini. Ciri ini tentunya merupakan unsur bahasa yang paling umum, yang bisa
dikaitkan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat bahasa lain.
·
Bahasa itu dinamis.
Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia, dimana dalam kehidupannya di
dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka
bahasa itu juga ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis, atau
dengan kata lain disebut dinamis.
·
Bahasa itu bervariasi. Setiap
bahasa digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk dalam suatu masyarakat
bahasa. Sebagai masyarakat Indonesia disamping sebagai orang Indonesia juga
menjadi pemilik dan pengguna bahasa daerahnya, misalnya bahasa Sunda.
·
Bahasa itu manusiawi. Hal ini
berarti hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia itu sendiri.
Suriasumantri
(1999) mengemukakan bahwa dalam rangka kehidupan manusia, fungsi bahasa yang
paling dasar adalah menjelmakan pemikiran konseptual ke dalam dunia
kehidupan.Penjelmaan tersebut menjadi landasan untuk suatu perbuatan, dimana
perbuatan ini menyebabkan terjadinya hasil dan akhirnya dapat dinilai. Bila
pemikiran konseptual tidak dinyatakan dalam bahasa maka orang lain tidak akan
mengetahui pemikiran tersebut.
B.
Kekurangan Bahasa
Suriasumantri (2010) mengemukakan bahwa sebagai sarana
komunikasi ilmiah, bahasa memiliki beberapa kekurangan.Kekurangan ini pada
hakekatnya terletak pada peranan bahasa itu sendiri yang bersifat multifungsi
yakni sebagai sarana komunikasi emotif, afektif dan simbolik.Aspek simbolik
seringkali digunakan dalam komunikasi ilmiah tanpa kaitan dengan emotif dan
afektif.Dalam kenyataannya hal ini tidak mungkin, bahasa verbal pasti
mengandung ketiga unsur tersebut.Hal inilah yang menjadi salah satu kekurangan
bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah. Bahasa ilmiah pada hakikatnya harus
bersifat objektif tanpa mengandung emosi dan sikap, atau dengan kata lain
bahasa ilmiah haruslah bersifat antiseptik dan reproduktif.
Kekurangan kedua terletak pada arti yang tidak jelas dan
eksak yang dikandung oleh kata-kata yang membangun bahasa. Adanya usaha untuk
menyampaikan arti sejelas dan seeksak mungkin dalam suatu proses komunikasi
mungkin akan menyebabkan proses penyampaian informasi itu malah tidak bersifat
komunikatif lagi, disebabkan bahasa yang bertele-tele dan membosankan.
Kelemahan lain terletak pada sifat majemuk (pluralistik) dari bahasa. Sebuah
kata kadang-kadang mempunyai lebih dari sau arti yang berbeda. Di samping itu,
bahasa mempunyai beberapa kata yang mempunyai arti yang sama. Sifat majemuk
dari bahasa ini sering menimbulkan apa yang dinamakan kekacauan semantik,
dimana dua orang yang berkomunikasi menggunakan sebuah kata yang sama namun
untuk pengertian yang berbeda, atau sebaliknya menggunakan dua kata yang
berbeda untuk sebuah pengertian yang sama.
Kelemahan ketiga bahasa sering bersifat berputar-putar
(sirkular) dalam menggunakan kata-kata terutama dalam pengertian definisi.
Dalam memberikan definisi sebuah kata tergantung kepada kata-kata yang lain.
Hal ini sebenarnya tidak ada salahnya selama kata-kata yang digunakan sudah
mempunyai pengertian yang jelas dan bukan bersifat berputar-putar. Kelemahan
lain yaitu konotasi yang bersifat emosional, dapat menjadi kerugian apabila
dikaitkan dengan kegiatan keilmuan, dimana kata yang secara mandiri memiliki
arti tertentu akan berubah menjadi arti yang berbeda jika digabungkan dengan
kata yang lain.
Suriasumantri (2010) mengungkapkan bahwa masalah bahasa
ini menjadi bahan pemikiran yang sungguh-sungguh dari para ahli filsafat
modern.Kekacauan dalam filsafat menurut Wittgenstein disebabkan karena
kebanyakan dari pernyataan dan pertanyaan ahli filsafat timbul dari kegagalan
mereka untuk menguasai logika bahasa.Pengkajian filsafat termasuk pengkajian
hakikat ilmu pada dasarnya merupakan suatu analisis logico-linguistik.Bagi aliran filsafat tertentu seperti filsafat
analitik, maka bahasa bukan saja merupakan alat bagi berfilsafat dan berpikir,
namun juga merupakan bahan dasar dan dalam hal tertentu merupakan hasil akhir
dari filsafat.
ILMU DAN BAHASA SEBAGAI SARANA KOMUNIKASI
|
|
Dalam
mengkaji lebih jauh Ilmu dan bahasa sebagai sarana komunikasi maka ada beberapa
hal yang harus diperhatikan, yaitu
A. Pemikiran Filsafat
Bahasa
biasa secara akademik dikaji oleh linguistik, filologi, dan antropologi dengan
fokus perhatian masing-masing yang berbeda. Tugas filsafat bahasa adalah antara
lain menjelaskan hakikat “mengetahui” bahasa dan menjelaskan berbagai metode
dan konsep demi suksesnya penguasaan bahasa.
Mengapa
ada filsafat bahasa bukankah ada linguistik yang mempelajari bahasa secara
ilmiah?Dua cabang lingustik, yaitu fonologi sudah jelas mempelajari bunyi,
sintaksis mempelajari struktur gramatika bahasa dan kajian relative mantap
seperti penjelasan di muka mengenai bahasa.Chomsky dengan tegas membedakan
sintaksis dari sistematik.Dia mengajukan tesis autonomoussyntax, bahwasannya sintaksis mesti dipelajari secara
terpisah dari sistematik.
Sementara
itu, dalam sistematik (ilmu makna) banyak ditemukan persoalan yang sulit
dipecahkan.Di sinilah filsafat mesti tampil membantu linguistic yang mati
langkah.Bahasa dalam filsafat (filsafat bahasa) hampir mutlak berurursan dengan
makna sedikit dengan pola kalimat, dan tidak mengutak-atik bunyi
bahasa.Pentingnya mempelajari ini karena bahasa memang memiliki keterbatasan.
Seorang
filsuf pasti memiliki pemikiran jauh lebih luas dari apa yang bisa dikatakannya
lewat bahasa. Seringkali tidak mudah bagi kita untuk meraba artinya.Memang
berfilsafat adalah berpikir radikal, yakni sampai ke akar-akarnya.Sebagai suatu
tulisan, filsafat bersifat tekstual.Satuan maknanya bukan kata maupun kalimat,
tetapi kumpulan semuanya sebagai teks yang maknanya ditentukan oleh
keterkaitannya dengan tek-teks lainnya.Filsafat pun tampil selalu ambisius
untuk memayungi persoalan seluas mungkin.Agar tampil singkat tapi menjangkau
banyak hal, maka diperlukan metafora.
B.
Penguasaan Bahasa
Dalam
pemakaian sehari-hari, menguasai bahasa sering diartikan sebagai mampu
berbicara dalam bahasa itu.Secara lebih serius di sini diartikan sebagai
kemampuan menggunakan symbol secara bermakna untuk berkomunikasi yang sudah
kami jabarkan pada penjelasan mengenai bahasa di muka. Jadi dalam konteks ini
penguasaan bahasa bergantung pada empat kata kunci: penggunaan, symbol, makna,
dan komunikasi (Phenix: 1964). Berikut adalah rincian keempat unsur itu.
1. Indikator penguasaan bahasa adalah penggunaannya dalam berbicara
dan menulis. Bila seseorang fasih melafalkan kosa kata dan menyebutkan aturan
tata bahasa, tetapi ia tidak dapat menyusun kata-kata dalam wacana lisan dan
tulis dalam bahasa itu, maka ia tidak menguasai bahasa itu. Bahasa adalah
perilaku manusia, jadi pengajaran bahasa sesungguhnya adalah “mengubah”
perilaku manusia. Jadi dalam belajar bahasa perlu diciptakan suasana yang
memaksa siswa berbicara dan menulis dalam bahasa itu (ada komunikasi baik lisan
maupun tulisan)
2. Nurani terdalam yang ada pada manusia adalah keinginan dirinya
diakui dan dimengerti oleh anggota masyarakat lain lewat komunikasi dengan
bahasa masyarakat itu. Sebuah peribahasa Perancis mengatakan bahwa “Mengerti
berarti memaafkan segalanya.” Bahasalah yang mengikat kuat dan mempertahankan
sebuah masyarakat. Pemeliharaan bahasa atau languagemaintenance
berfungsi memperkokoh suatu masyarakat. Jadi cara yang paling baik mempelajari
bahasa adalah dengan membiarkan siswa larut komunikasi dengan bahasa dalam
masyarakat penuturnya (speech community).
3. Perilaku berbahasa (language
behavior) dan masyarakat ujar (speech
community) adalah kulit terluar dari bahasa. Bagian terdalamnya adalah
makna. Salah satu cirri kehebatan manusia adalah potensi kodrati (innate capacity) untuk mengalami dan memaknai
makna itu. Ujaran bukanlah berondongan bunyi ujaran seperti metraliur tetapi
kilatan-kilatan makna yang mesti di tangkap. Jadi kemampuan berbaha tidak lain
kecuali kemampuan menangkap makna saat mendengarkan dan membaca, dan kemampuan
membuat makna saat berbicara dan menulis. Belajar bahasa bukan meniru ujaran
seperti burung beo. Belajar bahasa adalah belajar memaknai melalui refleksi.
4. Makna isi bahasa itu ditampilkan atau direpresentasikan oleh
symbol-ekspresi yang juga kulit luar dari bahasa. Symbol ini bersifat fisikal
yankni terdengar atau tertulis sebagai representasi signifikansi intelektual.
Symbol-simbol itu berwujud sebagai kosa kata (vocabulary), sementara itu bagaimana kosa kata digabung dengan kosa
kata lainnya diatur oleh struktur bahasa. Symbol-simbol itu adalah abstraksi
dari objek yang dipikirkan. Menguasai bahasa dengan demikian adalah menguasai
struktur symbol yang karena memiliki struktur, maka kemunculannya dapat
diprediksi. Daya prediktif inilah yang membekali manusia untuk dapat
merencanakan masa depan. Berpikir adalah mekanisme kognitif yang menghasilkan
pengetahuan. Simbolisasi makna lewat sturktur itu tidak alamiah tetapi
dikonstruksi oleh budaya. Konstruk budaya (cultural
constructi) ini terbukti dengan adanya perbedaan struktur internal
linguistic antara bahasa dalam mengekspresikan makna.
C. Teori Bahasa
Tampak dari batasan di atas bahwa problem dalam
penguasaan bahasa dalam kaitannya komunikasi adalah problem menguasai
makna.Karena bahasa sebagai alat berpikir manusia maka problemnya adalah juga
problem minda (mind). Diharapkan
bahwa studi dan teori bahasa akan menjelaskan hakikat minda. Dan demikian juga
sebaliknya.
Teori tentang bahasa adalah abstraksi para ahli
bahasa sebagai hasil pengamatan terhadap gejala bahasa.Dengan jalan pemikiran
ini, ilmu bahasa tunduk kepada sejumlah asumsi tentang objek empiris (bahasa)
sebagai berikut.
·
Keragaman
Beberapa fenomena memiliki keragaman dalam
sifat, stuktur, bentuk dan sebagainya.Keragaman ini menghasilkan klasifikasi
yang sangat mendasar bagi ilmu pengetahuan utnuk melahirkan taksonomi.Dari
taksonomi para ilmuwan membanding-bandingkan objek studi sehingga muncul
komparasi.Pendekatan kuantitatif pun tidak mungin tanpa taksonomi yang baik.Dan
dari komparasi dan taksonomi para ilmuwan dapat melakukan prediksi. Klasifikasi
tradisional kelas kata ke dalam nomina, pronominal, verba, ajektiva, proposisi,
konjungsi, dan interjeksi ditempuh berdasarkan keragaman anggota-anggota yang
masuk dalam masing-masing kelas kata itu. Demikian juga konsep universal dalam
teori linguistic adalah bukti kuatnya asumsi keragaman ini.Ada dua jenis
universal dalam bahasa, yaitu universal absolute dan universal relative dengan
rincian sebagai berikut.Universal absolute adalah ayat-ayat universal yang
tidak memiliki kekecualian.Universal relative adalah universal tendencies, yakni kecenderungan universal, yakni yang
memiliki kekecualian-kekecualian. Sebagai contoh: bahasa menghindari center-embedding, karena memprosesnya
jauh lebih sulit ketimbang memproses left-peripheral
relative clause atau right-peripheral
relative clause. Berikut ini adalah
beberapa contoh universal bahasa:
1. Urutan kata: S, V, O: Dalam kalimat deklaratif dengan subjek objek
nomina, urutan yang dominan adalah hampir selalu pola S mendahului O.
2. Sintaksis: dalam kalimat-kalimat kondisional, klausa kondisional
mendahului konklusi sebagai urutan normal dalam hampir segala bahasa.
3. Morfologi: bila bahasa memiliki infeksi, bahasa itu selalu memiliki
derivasi.
·
Kelestarian Relatif
“Segala sesuatu berubah kecuali Dzat Pencipta.”
Demikianlah, fenomena alam termasuk bahasa berubah-ubah dengan tingkatan yang
berbeda. Benda-benda angkasa berubah atau berevolusi jauh lebih lama daripada
perubahan es menjadi air dalam gelas minuman.Ilmu pengetahuan mencari hukum-hukum
dari objek yang relative lestari sehingga dapat dijadikan pegangan. Sulitlah
keilmuan akan tegak bila objek studinya berubah setiap saat. Struktur bahasa
relative lestari sehingga kita dapat mempelajarinya.Sintaksis lebih lestari
daripada kosakata.Struktur lebih dapat diprediksi daripada makna.Karena itu
sintaksis lebih objektif dari pada semantic. Setiap bahasa mengenal fenomena
bahasa gaul atau slank, yamg sangat musiman dan berubah dari waktu ke waktu,
dari pengguna ke pengguna. Berbeda dengan fenomena universal bahasa seperti
disebut dai atas. Bahas berubah dengan perubahan yang bertingkat, karena itu
dalam ilmu bahasa dikenal sejumlah fenomena seperti lexicalchange, semantic
change, dan language reconstruction.
·
Sebab-akibat
Determinisme mengatakan bahwa sebuah fenomena
bukanlah kejaidan asal jadi dengan sendirinya. Ada keteraturan sehingga ada
keterkaitan sababiyah atau sebab akibat, X menyebabkan Y. walau begitu, dalam
ilmu pengetahuan tidak harus selalu ditemukan X akan selalu menyebabkan Y. Bisa
saja dikatakan X lazimnya (memiliki peluang besar mengakibatkan) munculnya Y.
Contoh yang paling sederhana adalah perubahan kata kerja finit (finite verb) dalam jumlah persona
disebabkan oleh karakteristik yang melekat pada subjek. Sebab-akibat ini mengokohkan
hukum subject-verb agreement.
D.
Teori Bahasa dan Metode Ilmiah
Manusia memaknai alam semesta dengan kemampuan
bahasa. Erikson sepertidikutip Hoover (1980) membedakan tiga jenis konsep: factually, reality, dan actuality.
·
Fakta, realita, dan aktualita
Fakta adalah konsep yang paling akrab berkait
dengan kegiatan dan metodologi saintifik, yaitu semesta fakta-fakta, data, dan
teknik-teknik yang dapat diverifikasi dengan metode observasi. Fakta jangan
dikacaukan dengan kebenaran, sebab benar salah bukan urusan epistemology.tugas
ilmu adalah mencari metode secanggih mungkin agar mampu merevisi,memodifikasi,
dan membatalkan (falsifikasi) fakta-fakta, dan membatalkan teori yang sudah
diversivikasi oleh alat yang belum canggih,masih kasar,atau kurang sensitive
untuk menangkap gejala-gejala yang belum termaknai. Realita adalah urutan kedua
setelah fakta dalam memahami hubungan
manusia dengan semesta ini. Realitas kurang konkret disbanding fakta,
tetapi lebih sederhana bagi intuisi kita.Ia adalah perspektif kita terhadap
sebuah fakta. Apa pun canggihnya metode yang ditempuh,tidak mungkin bagi kita
untuk memotret fakta secara utuh. Kita meneliti sesuatu didorong oleh motivasi
yang berbeda sesuai dengan minat kita.Wajar bila sebuah objek diteliti oleh
beberapa peneliti, karena masing-masing punya minat yang berbeda.Jadi
metodologi yang ditempuh sesungguhnya upaya untuk menggali bukti-bukti untuk
membentuk pandangan kita mengenai realitas.Membaca hasil penelitian orang
sesungguhnya bukan hanya sekedar membaca data, tapi membaca perspektif peneliti
mengenai realitas sebagaimana tercermin lewat data. Aktualita adalah
pengetahuan yang diperoleh lewat tindakan dan lebih membantu kita bagaimana
kita bertindak atas apa yang kita ketahui. Manusia katanya lebih cenderung berorientasi
pada aksi dari refleksi.Ilmuwan social yang terbaik adlah mereka yang basah
kuyup karena muncul tenggelam dalam fenomena social yang sedang
ditelitinya.Ketika kita bicara tentang bahasa sebagai objek linguistic secara
ilmiah, sepatutnya kita bertanya apakah kita merujuk kepada fakta, realita,
atau aktualita?
·
Peran teori
Yang dimaksud dengan metode saintifik lazimnya
merujuk pada langkah-langkah sistematik sebagai berikut:
1. Identifikasi variable yang diteliti.
2. Pengajuan hipotesis yang menghubungkan satu variabel dengan
variabel lain atau situasi lain.
3. Mengetaes realitas, yakni dengan mengukur hubungan hipotesis dengan
hasil yang diperoleh.
4. Melakukan evaluasi dimana hubungan yang telah terukur itu
dibandingkan dengan hipotesis awal, lalu dimunculkanlah sebuah generalisasi.
5. Mengajukan sarana mengenai makna (signifikansi) teoritis dari
temuan,faktor-faktor yang terlibat dengan pengetesan yang mungkin menyebabkan
distorsi temuan, dan sejumlah hipotesis lain yang berkembang.
Langkah-langkah
di atas itu gambaran pendekatan konvensional dalam melakukan penelitian.Hal ini
tidak berlaku bagi pendekatan naturalistic kerena berangkat dari asumsi
filosofis yang berbeda.Sains sering disebut tidak lebih dari sekedar ujian
realitas.Semua orang terbiasa dengan realitas, dan para ilmuwan memperkenalkan
teori untuk memahami realitas ini.Teori adalah seperangkat proporsisi yang
saling terkait yang saling menerangkan mengapakejadian demi kejadian begitu
adanya.Teori ada berserakan dimana-mana, hanya saja tidak terllihat tanpa
kacamata metodologi ilmiah.Dan hal kecil seperti cara memukul bola golf sampai
dengan hal-hal besar seperti teri revalitas dari Eisnten. Teori-teori besar
adalah yang berkaitan dengan pernyataan sekitar agama dan filosofis, mengenai
asalmula keberadaan alam semesta, sejarah spesies,tujuan hidup, norma
perilalaku, yang mengarahkan kepada kebajikan dan mungkin kepada kebahagiaan.
Bagi ilmu-ilmu sosial teori lazim
dilihat dari perspektif pragmatism: sebuah teori disebut baik jika dilihat dari
kegunaannya untuk menjelaskan fenomena yang diamati. Tujauan ilmu pengetahuan
adalah menghasilkan teori untuk menjelaskan fenomena yang diobservasi.Teori
bukanlah batu karang yang tak terdobrak kuasa ombak.Teori dalah kreasi manusia
untuk menjelaskan pemahaman mengenai fenomena. Ada empat fungsi teori sebagai
berikut (Hoover 1980: 39)
1. Teori menyajikan pola-pola untuk memkanai data.
2. Teori menghubungkan satu studi dengan studi lainnya.
3. Teori menyajikan berbagai kerangka yang memayungi konsep dan
variabel untuk memperoleh makna yang spesifik.
4. Teori memungkinkan kita mengintepretasi makna yang besar dari
temuan penelitian kita yang bermakna bagi kita maupun bagi orang lain.
·
Teori Bahasa
Perlukah teori? Ya, mutlak perlu, kerena
pengetahuan dasar dan kemampuan kita untuk memahami alam semesta ini
terbatas.Meneliti tanpa teori bagai memancing tanpa kail.Kita meneliti alamini
sekecil-kecilnya saja.Jadi yang diperlukan adalah teri yang relevan dan sudah
dirumuskan oleh peneliti terdahulu tentang yang kecil itu.jadai bagaimana dengan
teori bahasa sebahai bahasa ilmiah? Tentu yang kita gunakan sebagai sarana
komunikasi sekarang ini. Sebagai teori, maka teori bahasa sama saja dengan
teori fenomena yang lain, katakanlah teori gravitasi bumi. Teori haruslah
empiric dan spekulatif.Teori bahasa layaknya teori tentang alam juga. Persepdi
kita terhadap teori bahwa bumi memilki gaya gravitasi sepatutnya sama dengan
persepsi kita terhadap teori bahwa kalimat mamiliki daya simbolik. Dalam
perbincangan sering kali kita harus membedakan theory dari folk theory
atau folk opinion, yakni pemahaman
yang tidak kritis, tidak sistematis, tidak metodologis dan sering diwariskan
begitu saja dari generasi kegenerasi.Dalam ilmu bahasa pun ada dikenal folk linguistic, yaitu deskripsi atau
kepercayaan orang awam mengenai bahasa yang tidak berdasarkan
penelitian.Pengetahuan berkembang bermula dari folk theory yang dikritik habis-habisan sehingga menjadi teori
saintifik. Misalnya sering dikatakan bahwa bahasa Perancis adalah bahasa yang
paling romantic, bahasa Inggris adalah bahasa yang cocok untuk membahas ilmu
pengetahuan, dan bahasa Arab adalah bahasa yang muncul pertama di muka bumi dan
merupakan bahasa Nabi Adam. Percayakah Anda?
·
Teori Chomsky
Bagi Chomsky bahasa adalah cermin
pikiran.Dengan studi bahasa yang mendetil kita mungkin dapat mengungkapkan
bagaimana pikiran manusia memproduksi dan mengolah bahasa.Studi bahasa
bertujuan mengembangkan (1) teori
bahasa, dan (2) pemerolehan bahasa. Secara logis,tugas (1) mendahului tugas
(2). Teori bahasa yang memadai seyogyanya mampu menjawab pertanyaan berikut
ini: apakah bahas itu? Apa artinya bahwa
seseorang mengetahui bahasa? Apa cirri pembeda utama bahasa alami
debandingkan dengan bahasa buatan seperti yang digunakan dalam matematika dan
media lainnya?Apakah bahasa berbeda satu dengan yang lainnya secara tidak dapat
diduga, atau apakah semua bahasa memiliki ciri-ciri universal tertentu? Dengan
mempelajari secara serius bahasa Inggris –atau bahasa apa pun- ditemukan particular grammar yang darinya dapat
diabstraksi universal grammar. Berikut ini beberapa ayat teori grammar yang diajukan oleh Chomsky:
1. Gramatika adalah sebuah
model (deskripsi sistematik) dari segala kemampuan linguistic seorang penutur
sejati sebuah bahasa yang memungkinkan dirinya berbicara dan memahami bahasanya
dengan fasih.
2. Gramatika bahasa adlah sebuah model dari kompetensi lingustik dari
seorang penutur sejati yang fasih. Kompetensi adalah pengetahuan seorang
penutur dan pendengar sejati mengenai bahasanya, sedangkan performansi adalah
pemakaian bahasa secara actual (actual
use) dalam suasana konkret.
3. Lingustik bagi Chomsky adalah terutama berkaitan dengan kompetensi
yang terdiri atas dua jenis: kompetensi pragmatic dan kompetensi gramatikal.
Yang disebut pertama ini berurusan dengan informasi non-linguistik seperti
pengetahuan latar belakang kepercayaan perorangan dalam menginterpretasikan
kalimat.
4. Kompetensi gramatikal memayungi tiga kompetensi yaitu kompetensi
sintaktik, semantik dan fonologis. Grammar tata bahasa tediri atas komponen
yang saling berkaitan, yaitu komponen sintaksis, semantik, dan fonologi.
5. Dengan intuisi yang dimilikinya, seorang penutur sejati dapat
memberikan penilaian (judgment)
apakah sebuah ujaran itu gramatikal dalam bahasanya.
6. Teori lingustik terutama berurusan dengan bahasa penutur-pendengar
yang ideal dalam sebuah masyarakat ujaran yang betul-betul homogen.
7. Kreativitas berbahasa menunjukkan bahwa bahasa tidak sekadar
pembelajaran daftar kalimat yang dihasilkan penutur sejati dan mengulanginya
seperti burung beo. Kebaruan kalimat yang dibuat itu menunjukkan perlawanan
teori aliran behaviorisme bahwa belajar bahasa adalah pemerolehan seperangkat
kebiasaan (linguistic habits).
8. Ada tiga urutan atau tingkat kehebatan teori bahasa, yaitu yang
memenuhi observasional adequacy,
descriptive adequacy, dan explanatory adequacy. Berikut ini penjelasannya:
Persyaratan
observasional adequacy merupakan
persyaratan yang paling mudah dipenuhi, yakni asalkan dapat menyatakan secara
benar kalimat-kalimat apik dalam tiga tataran fonologi, morfologis, sintaktik,
dan semantik.
Persyaratan
descriptive adequacy selain memenuhi
persyaratan observasional adequacy di
atas, juga mampu mengungkapkan struktur fonologis , morfologis, sintaktik dan
semantic suatu kalimat sedemikian rupa sehingga gambaran itu mencerminkan
intuisi penutur sejati.
Persyaratan
explanatory adequacy selain memenuhi
persyaratan descriptive adequacy dan
persyaratan observasional adequacy
harus sah secara universal dan terkendala secara maksimal (maximally constrained) sehingga mampu menjawab pertanyaan: (a)
Mengapa aturan tatabahasa natural memiliki aturan demikian, dan (b) Apa hakikat
suatu bahasa natural yang membedakannya dari bahasa lain seperti bahasa
binatang?
IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN
BAHASA ANAK USIA DINI
Dalam berkomunikasi, bahasa merupakan alat yang penting bagi setiap
orang. Melalui berbahasa seseorang atau anak akan dapat mengembangkan kemampuan
bergaul (social skill) dengan orang lain. Penguasaan keterampilan
bergaul dalam lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa.
Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Anak
dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa sehingga orang lain dapat
menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Komunikasi antar anak dapat terjalin
dengan baik dengan bahasa sehingga anak dapat membangun hubungan sehingga tidak
mengherankan bahwa bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan
seorang anak.Anak yang dianggap banyak berbicara, kadang merupakan cerminan
anak yang cerdas.
Bahasa dapat dimaknai sebagai suatu sistem tanda, baik lisan maupun
tulisan dan merupakan sistem komunikasi antar manusia. Bahasa mencakup
komunikasi non verbal dan komunikasi verbal serta dapat dipelajari secara
teratur tergantung pada kematangan serta kesempatan belajar yang dimiliki
seseorang, demikian juga bahasa merupakan landasan seorang anak untuk
mempelajari hal-hal lain. Sebelum dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia
perlu menggunakan bahasa agar dapat memahami dengan baik. Anak akan dapat
mengembangkan kemampuannya dalam bidang pengucapan bunyi, menulis, membaca yang
sangat mendukung kemampuan keaksaraan di tingkat yang lebih tinggi.
Implementasi pengembangan bahasa pada anak tidak terlepas dari
berbagai teori yang dikemukakan para ahli. Berbagai pendapat tersebut tentu
saja tidak semuanya sama, namun perlu dipelajari agar pendidik dapat memahami
apa saja yang mendasari dalam penerapan pengembangan bahasa pada anak usia
dini. Pemahaman akan berbagai teori dalam pengembangan bahasa dapat
mempengaruhi dalam menerapkan metoda yang tepat bagi implementasi terhadap
pengembangan bahasa anak itu sendiri sehingga diharapkan pendidik mampu mencari
dan membuat bahan pengajaran yang sesuai dengan tingkat usia anak. Adapun
beberapa teori yang dapat dijadikan rujukan dalam implementasi pembelajaran
bahasa adalah:
1) Teori
behaviorist oleh Skinner, mendefinisikan bahwa pembelajaran dipengaruhi
oleh perilaku yang dibentuk oleh lingkungan eksternalnya, artinya pengetahuan
merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungannya melalui pengkondisian
stimulus yang menimbulkan respon. Perubahan lingkungan pembelajaran dapat
mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku anak secara bertahap. Perilaku
positif jika diperkuat cenderung untuk diulangi lagi karena pemberian penguatan
secara berkala dan disesuaikan dengan kemampuan anak akan efektif untuk
membentuk perilaku anak. Latihan yang diberikan kepada anak harus dalam bentuk
pertanyaan (stimulus) dan jawaban (respon) yang dikenalkan anak melalui
tahapan-tahapan, mulai dari yang sederhana sampai pada yang lebih rumit contoh:
sistem pembelajaran drilling. Anak akan memberikan respon pada setiap
pembelajaran dan dapat segera memberikan balikan. Di sini Pendidik perlu
memberikan penguatan terhadap hasil kerja anak yang baik dengan pujian atau
hadiah.
2) Teori
Nativist oleh Chomsky, mengutarakan bahwa bahasa sudah ada di dalam diri
anak. Pada saat seorang anak lahir, dia telah memiliki seperangkan kemampuan
berbahasa yang disebut ‘Tata Bahasa Umum” atau ‘Universal Grammar’.
Meskipun pengetahuan yang ada di dalam diri anak tidak mendapatkan banyak
rangsangan, anak akan tetap dapat mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru
bahasa yang dia dengarkan, tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang
ada, hal ini karena anak memiliki sistem bahasa yang disebut Perangkat Penguasaan
Bahasa (Language Acquisition Devise/LAD). Teori ini berpengaruh pada
pembelajaran bahasa dimana anak perlu mendapatkan model pembelajaran bahasa
sejak dini. Anak akan belajar bahasa dengan cepat sebelum usia 10 tahun apalagi
menyangkut bahasa kedua (second language). Lebih dari usia 10 tahun,
anak akan kesulitan dalam mempelajari bahasa.
3) Teori Constructive oleh Piaget,
Vigotsky dan Gardner, menyatakan bahwa perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk
dari interaksi dengan orang lain sehingga pengetahuan, nilai dan sikap anak
akan berkembang. Anak memiliki perkembangan kognisi yang terbatas pada
usia-usia tertentu, tetapi melalui interaksi sosial anak akan mengalami
peningkatan kemampuan berpikir. Pengaruhnya dalam pembelajaran bahasa adalah
anak akan dapat belajar dengan optimal jika diberikan kegiatan sementara anak
melakukan kegiatan perlu didorong untuk sering berkomunikasi. Adanya anak yang
lebih tua usianya atau orang dewasa yang mendampingi pembelajaran dan mengajak
bercakap-cakap akan menolong anak menggunakan kemampuan berbahasa yang lebih
tinggi atau melejitkan potensi kecerdasan bahasa yang sudah dimiliki anak. Oleh
karena itu pendidik perlu menggunakan metode yang interaktif, menantang anak
untuk meningkatkan pembelajaran dan menggunakan bahasa yang berkualitas.
Perkembangan bahasa pada anak usia dini sangat
penting karena dengan bahasa sebagai dasar kemampuan seorang anak akan dapat
meningkatkan kemampuan-kemampuan yang lain. Pendidik perlu menerapkan ide-ide
yang dimilikinya untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak, memberikan
contoh penggunaan bahasa dengan benar, menstimulasi perkembangan bahasa anak
dengan berkomunikasi secara aktif.Anak terus perlu dilatih untuk berpikir dan
menyelesaikan masalah melalui bahasa yang dimilikinya. Kegiatan nyata yang
diperkuat dengan komunikasi akan terus meningkatkan kemampuan bahasa anak.
Lebih daripada itu, anak harus ditempatkan di posisi yang terutama, sebagai
pusat pembelajaran yang perlu dikembangkan potensinya.Anak belajar bahasa perlu
menggunakan berbagai strategi misalnya dengan permainan-permainan yang
bertujuan mengembangkan bahasa anak dan penggunaan media-media yang beragam
yang mendukung pembelajaran bahasa. Anak akan mendapatkan pengalaman bermakna
dalam meningkatkan kemampuan berbahasa dimana pembelajaran yang menyenangkan
akan menjadi bagian dalam hidup anak.
Kesimpulan
Suriasumantri (2010) mengungkapkan bahwa komunikasi
ilmiah mensyaratkan bentuk komunikasi yang sangat lain dengan komunikasi
estetik. Komunikasi ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi yang berupa
pengetahuan.Komunikasi ilmiah dapat berjalan dengan baik apabila bahasa yang
digunakan terbebas dari unsur-unsur emotif.
Komunikasi ilmiah harus bersifat reproduktif, yang artinya bila si
pengirim komunikasi menyampaikan suatu informasi, maka si penerima komunikasi
harus meneria informasi yang sama. Informasi yang diterima harus merupakan
reproduksi yang benar-benar sama dari informasi yang dikirimkan. Hal ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya salah informasi, yakni suatu proses komunikasi yang
mengakibatkan penyampaian informasi yang tidak sesuai dengan apa yang
dimaksudkan, dimana suatu informasi yang berbeda akan menghasilkan proses
berpikir yang berbeda pula. Oleh sebab itu, maka proses komunikasi ilmiah harus
bersifat jelas dan objektif, terbebas dari unsur-unsur emotif.
Berbahasa dengan jelas artinya ialah makna yang
terkandung dalam kata-kata yang digunakan diungkapkan secara tersurat
(eksplisit) untuk mencegah pemberian makna yang lain. Oleh sebab itu, dalam
komunikasi ilmiah seringkali memberikan definisi dari kata-kata yang digunakan.
Hal ini dilakukan untuk mencegah si penerima komunikasi memberi makna lain yang
berbeda dengan makna yang dimaksudkan. Berbahasa dengan jelas juga dapat
mengemukakan pendapat atau jalan pemikiran secara jelas.Karya ilmiah pada
dasarnya merupakan kumpulan pernyataan yang mengemukakan informasi tentang
pengetahuan maupun jalan pemikiran dalam mendapatkan pengetahuan
tersebut.Kemampuan untuk mengkomunikasikan suatu pernyataan dengan jelas,
seseorang harus menguasai tata bahasa yang baik.Penguasaan tata bahasa dengan
baik merupakan syarat mutlak bagi komunikasi ilmiah yang benar (Suriasumantri,
2010).
Bahasa memungkinkan manusia berpikir secara abstrak,
dimana objek-objek yang faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa
yang bersifat abstrak.Transformasi tersebut membuat manusia dapat berpikir
mengenai suatu objek tertentu meskipun objek tersebut secara faktual tidak
berada di tempat dimana kegiatan berpikir itu dilakukan.Bahasa
mengkomunikasikan tiga hal, yaitu pikiran, perasaan dan sikap. Jadi, dengan
bahasa bukan saja manusia dapat berpikir secara teratur, namun juga dapat
mengkomunikasikan apa saja, dengan bahasa juga dapat mengekspresikan sikap dan
perasaan. Dalam komunikasi ilmiah sebenarnya proses komunikasi harus diterima
secara reproduktif, artinya identik dengan pesan yang dikirimkan
(Suriasumantri, 2010).
Daftar Pustaka
Alwasilah, A. C. 2010.Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset.
Chaer, A. 2007.Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chomsky, Noam. 1977. Language and Responbilities. New York: Panthem Books.
Comrie, B. 1989. Language Universal and
Linguistic Typology: Syntax and Morphology. 2nd edition. Oxford:
Basil Blackwell.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. “Menuju ke Penelitian
yang Eksplanatori.” Dalam Soekamto.
Kushartanti, Yuwono, U. & Lauder, M. RMT.
2009. Pesona Bahasa: Langkah Awal
Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sugono, Dendy. 2004. “Perspektif Penelitian
Lingustik di Indonesia.” Lingua: Jurnal
Bahasa dan Sastra. Volume 5, No.2, 182-190.
Suriasumantri, J.S. 2010. Menguak Cakrawala Keilmuan: Landasam Filosofis Penulisan Tesis dan
Disertasi. Jakarta: Program Pascasarjana UNJ.
Suriasumantri, J.S. 1999. Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Disusun Oleh
Endah. K dan Nirwana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar